Jangan Lupa Bersedih

eka
3 min readOct 1, 2020

--

Belakangan, aku sering liat kutipan-kutipan motivasi lewat di linimasa sosial mediaku yang berisi “jangan lupa bahagia, ya!” Memang tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut, tapi di tulisan ini aku akan bercerita dari sudut pandangku. Aku sangat mengerti, tidak semua orang akan setuju dengan pendapatku dan memang tulisanku bukan untuk semua orang. Tapi, di awal tulisan ini aku akan bilang, bahwa aku bisa saja salah dan siapapun boleh saja untuk menjadikan tulisan ini sebagai pembuka ruang diskusi.

Yak, lanjut.

Kutipan itu sedikit mengingatkanku dengan film keluaran Disney yang berjudul Inside Out. Film ini sendiri menceritakan tentang perkembangan emosi manusia dari kecil hingga dewasa. Inside Out menjadi sangat menarik buatku karena menyajikan edukasi mengenai berbagai macam emosi manusia dengan sangat apik.

Film tersebut menyajikan cerita mengenai 5 emosi dasar manusia. Ada sadness, joy, anger, fear, dan disgust. Dalam psikologi sendiri ada seorang tokoh yang terkenal dengan penelitian-penelitiannya perihal emosi, yaitu Paul Ekman. Menurut Paul Ekman sendiri, emosi umum manusia terbagi menjadi 7, yaitu enjoyment, sadness, fear, anger, disgust, contempt, dan surprise. Nah, tapi, di tulisan ini aku gak akan bahas lebih lanjut tentang itu.

Aku ingin membahas, kalau merasa sedih pun sama pentingnya dengan merasa bahagia. Sama seperti di film Inside Out, si Joy selalu memaksakan pemeran utama hanya untuk merasa bahagia dan emosi-emosi positif lainnya. Sehingga, si Sadness kesulitan untuk mendapatkan perannya dan berakhir dengan kehampaan yang dirasakan oleh si pemeran utama. Untuk lebih lengkapnya, silahkan langsung nonton filmnya karena aku yakin penjabaranku di sini akan sulit dimengerti tanpa nonton filmnya terlebih dahulu.

Menurutku, sedih pun memiliki peran penting. Tanpa merasa sedih, apa bisa kita tau bagaimana rasanya bahagia? Apa bisa kita lebih mensyukuri dan menikmati ketika momen-momen bahagia datang? Justru karena kita merasakan sedih, kita jadi bisa lebih menghargai ketika bahagia itu datang.

Aku rasa, ada kekeliruan yang cukup fatal. Kebanyakan orang (bahkan aku sendiri) sudah terbiasa untuk men-judge emosi. Aku berpikir, ada baiknya menilai semua emosi itu netral. Bukan malah mengkotak-kotakkan, seperti, marah sebagai emosi negatif dan bahagia adalah emosi positif. Dan, aku pun masih banyak belajar untuk ini. Aku pun masih belajar untuk berdamai dengan segala emosi yang ada di dalam diriku. Menerima bahwa semua emosi itu adalah bagian dari diriku juga.

Emosi ada untuk dipahami maksudnya apa, bukan untuk dihakimi atau bahkan diabaikan. Ketika kita merasa sedih, daripada sibuk untuk melawan rasa sedihnya, ada baiknya menerima dan memahami maksud dari kesedihan itu. Beri waktu untuk kesedihan itu sendiri, agar gak terlarut sampai merugikan diri sendiri. Di sinilah kemampuan self-compassion dan self-soothing sangat diperlukan. Karena, kalau bukan diri kita yang sayang sama diri sendiri, lalu siapa lagi?

Di saat bersedih, ada baiknya kita berlatih untuk berpikir begini: “apa ya yang ingin disampaikan emosi ini ke aku?” “kenapa ya aku sedih begini?” “apa ya yang bisa aku lakukan supaya kesedihan ini gak memberikan dampak negatif ke aku?”.

Aku gak mengajak orang-orang untuk bersedih. Aku cuman mengajak agar semua orang bisa menerima dirinya secara utuh, ya salah satunya di saat sedang bersedih. Kita tau, bahwa manusia sangat membenci saat dia sedang merasa lemah. Sebenarnya, gak apa-apa banget kok untuk mengakui bahwa kita memang sedang gak baik-baik aja. Manusiawi. Perempuan atau laki-laki.

Kalo dipikir-pikir lagi, ya, kalo kesedihan selalu diabaikan… mungkin sekarang kita gak akan bisa menikmati lagu-lagu galaunya Taylor Swift. Atau, novel-novel bagus yang ditulis karena penulisnya lagi sedih dan gak tau mau numpahin ke mana. I mean, itu semua bisa jadi contoh kalau bersedih gak melulu merugikan dan jelek.

Jadi, jangan lupa untuk merasakan sedih, ya? Karena seperti bahagia, sedih pun layak untuk dirayakan.

--

--